Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Medio by KG Media
Siniar KG Media

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Waspada 3 Gangguan Mental di Era Teknologi

Kompas.com - 05/09/2023, 12:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata

KOMPAS.com - Berada di zaman yang penuh dinamika dengan tingginya penggunaan teknologi turut memengaruhi kesehatan mental kita. Di sisi lain, kepedulian warganet Indonesia terhadap kesehatan mental semakin tinggi.

Ada kalanya kita merasa dekat dengan diri sendiri, namun terkadang pula kita merasa tidak baik-baik saja. Itulah mengapa ada beberapa gejala yang cukup mengganggu mental dan kerap dialami oleh kita. Apa saja?

1. Enggan Menjadi Diri Sendiri

Penggunaan media sosial yang masif membuat kita sulit menjadi diri sendiri. Banyak influencer atau artis yang membuat kita ingin terlihat seperti mereka. Akhirnya, kita pun kehilangan ciri khas diri.

Selain itu, fenomena FOMO atau fear of missing out membuat kita merasa terkucilkan jika tak mengikuti tren yang sedang ramai dibicarakan. Padahal, belum tentu kita nyaman melakukan itu. Namun, demi mendapat pengakuan, kita pun berusaha memenuhinya.

Baca juga: Bukan Egois, Ini Pentingnya Utamakan Diri Sendiri

Setiap harinya, kita dihadapkan dengan perasaan stres karena selalu memenuhi tuntutan orang lain dan arus. Kita hanya memandang orang lain dan berharap bisa menjadi seperti mereka.

Padahal, dalam siniar Anyaman Jiwa bersama Teman Bincang episode “Tanda Kamu Berhasil Jadi Dirimu Sendiri” dengan tautan bit.ly/AnyJiwDirimu, dijelaskan kita tak bisa menjadi orang lain. Setiap orang memiliki keunikan masing-masing tanpa perlu mengorbankan diri mengikuti orang lain.

Apabila berhasil menjadi diri sendiri, kita akan melakukan sesuatu bukan untuk mengesankan orang lain. Misalnya, kita melakukan diet agar tubuh menjadi lebih sehat dan bukan untuk mendapat pujian dari orang lain.

2. Kurangnya Empati Terhadap Orang Lain

Di zaman ini, kita sering menemui fenomena orang yang enggan membantu orang lain yang sedang kesulitan. Bahkan, hal itu menjadi perbincangan kalau anak-anak di zaman ini kurang memiliki empati.

Ternyata, jika kondisi ini terus terjadi, bisa menunjukkan tumpulnya emosi seseorang.

Dalam siniar Anyaman Jiwa episode “Mati Rasa Secara Emosional” dengan tautan bit.ly/AnyJiwEmosional, mati rasa emosional digambarkan dengan perasaan hampa atau terasing saat berada dalam kondisi tertentu, seperti bahagia atau sedih. Bisa saja kondisi ini bersifat permanen atau sementara.

Melansir Psych Central, orang yang mengalami kondisi ini biasanya merupakan respons perlindungan diri terhadap trauma, stres, rasa sakit, atau ketidaknyamanan yang mungkin dialami. Alih-alih merasakan emosi intens, penderitanya justru lebih memilih mengalihkan emosinya.

Ada beberapa penyebab seseorang mengalami mati rasa secara emosional ini. Salah satunya, adanya pengalaman traumatis, misalnya pernah mengalami pelecehan atau kekerasan. Orang yang pernah mendapatkan perlakuan seperti itu akan memilih untuk menutup dirinya.

Mematikan perasaan emosional digunakan untuk menutupi rasa sakit emosional yang terus menghantui, terlebih saat mereka mengingat kembali kejadian tersebut.

Hidup dengan trauma juga menyebabkan beberapa orang mengalami disosiasi, yang terkadang terlihat mirip dengan mati rasa secara emosional, namun tidak sama. Disosiasi terkait trauma mengacu pada perasaan terpisah atau terlepas dari diri sendiri, pikiran, dan emosi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com