Oleh: Rangga Septio Wardana dan Brigitta Valencia Bellion
KOMPAS.com - Beberapa orang mengira segala hal yang sempurna dapat membawa hal yang positif dalam hidup. Namun, menuntut sesuatu yang sempurna secara berlebihan ternyata dapat berdampak buruk terhadap kesehatan mental.
Pasalnya, orang dengan kepribadian perfeksionis ingin segala sesuatu selalu berjalan dengan sempurna. Sifat ini dapat muncul karena pengalaman sebelumnya, misal takut apabila kegagalan yang sama terulang.
Padahal kesuksesan tak melulu harus sempurna. Seperti yang dijelaskan dalam siniar Obsesif bertajuk “Sukses tak Melulu Harus Sempurna” dengan tautan akses dik.si/ObsesifSukses.
Menurut Walden University, ada beberapa tanda yang menunjukkan seseorang merupakan perfeksionis.
Pada umumnya, seorang perfeksionis membutuhkan pengakuan dari orang lain bahwa dirinya memang sempurna. Ketika seseorang lebih fokus dengan penilaian orang lain dibandingkan kinerja diri sendiri, bisa jadi sifat perfeksionis telah memberikan pengaruh buruk.
Menerima kritik dan saran memang bukan merupakan hal yang mudah. Namun, setiap orang tetap memerlukan kritik yang membangun agar bisa menjadi lebih baik.
Baca juga: Kunci Sukses Kerja: Terapkan Creative Mindset dan Mindful Working
Biasanya seorang perfeksionis akan kesulitan dalam membedakan komentar jahat dan kritik membangun, sehingga mereka akan kesulitan menerima kritik.
Dalam berkarier, selalu berusaha melakukan yang terbaik merupakan sikap yang baik. Namun jika berlebihan, hal ini akan berdampak buruk untuk mental dan psikis.
Berusaha menjadi yang terbaik merupakan hal positif. Namun, seorang perfeksionis beranggapan bahwa menjadi nomor satu merupakan sebuah keharusan. Bagi mereka, menjadi nomor dua tak cukup membuktikan bahwa dirinya sudah memiliki kualitas diri yang baik.
Meski tak suka dikritik, seorang perfeksionis justru senang mengkritik orang lain. Hal ini didasari oleh keinginannya untuk menjadi yang terbaik.
Sifat perfeksionis dapat memengaruhi kesehatan mental dan fisik. Seorang perfeksionis percaya bahwa mereka harus menunjukkan kesempurnaan untuk mendapatkan penerimaan atau persetujuan dalam lingkungan sosial.
Hal ini dapat memicu kegelisahan, depresi, dan masalah kesehatan mental lainnya. Seorang perfeksionis akan melakukan berbagai cara agar terlihat sempurna. Mereka memegang harapan yang tak realistis dari diri mereka sendiri.
Ketika kenyataan tak sesuai dengan apa yang diharapkan, mereka dapat menghukum diri mereka sendiri.
Sebenarnya menjadi perfeksionis bisa menjadi nilai tambah untuk diri sendiri selama tak berlebihan. Namun, tak jarang sifat perfeksionis justru menimbulkan dampak negatif.
Baca juga: 6 Manfaat Me Time untuk Kesehatan Mental
Maka dari itu, ketika perfeksionisme sudah memberikan pengaruh buruk, seseorang harus segera mengatasinya dengan cara-cara di bawah ini.
Lantas, bagaimana cara meraih sukses tanpa sifat perfeksionisme?
Dengarkan informasi lengkapnya dalam siniar Obsesif episode “Sukses tak Melulu Harus Sempurna” hanya di Spotify. Di sana, ada pula beragam informasi menarik seputar dunia kerja untuk job seeker dan fresh graduate.
Dengarkan pula episode lainnya yang tak kalah menarik dan menginspirasi dalam siniar Obsesif di Spotify, Noice, dan juga TipTip (khusus konten LED Talk) melalui tautan berikut tiptip.co/p/ObsesifLEDTalk.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.