Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perbatasan Tak Terurus

Kompas.com - 12/02/2009, 04:11 WIB

”Pelaku kejahatan lintas negara juga semakin memanfaatkan iptek, khususnya transportasi dan telekomunikasi. Pengorganisasian semakin rapi sehingga makin sulit diidentifikasi,” kata Yusuf Manggabarani.

Kepala Polda Kalimantan Barat Brigadir Jenderal (Pol) Erwin TP Lumban Tobing mengungkapkan, di sepanjang 857 kilometer perbatasan Kalimantan Barat (Indonesia)-Malaysia terdapat 52 titik jalan tikus yang sangat rawan menjadi jalur lintasan aktivitas kejahatan. Jalur lintasan resmi hanya satu, yakni Entikong. Selain itu, dari 5.874 patok tapal batas di Kalbar, hanya 3.087 patok yang sudah dipatroli. Sebanyak 408 patok lainnya hilang, rusak, patah, dan tertimbun.

Aktivitas kejahatan bahkan kerap kali tak perlu sembunyi-sembunyi melalui jalan tikus. Dalam berbagai kasus perdagangan manusia, korban kerap kali diselundupkan melalui jalur resmi di Entikong. Salah satu korban, Santi (15)—bukan nama sebenarnya—mengaku dibawa sindikat memasuki Malaysia melalui Pos Pemeriksaan Lintas Batas Entikong-Tebedu (Malaysia) tanpa pemeriksaan petugas imigrasi (Kompas, 31/1).

”Tentu akan diselidiki apakah ada unsur permainan, kesengajaan, atau unsur pidana lain dari para aparat berbagai instansi terkait di sana (Entikong),” kata Erwin kepada Kompas.

Miangas dan Marore

Selain aktivitas kejahatan lintas negara, pulau-pulau terluar Indonesia senantiasa juga terancam ”tercaplok” negara lain.

”Contohnya kepulauan terluar di Sulawesi Utara, yaitu Pulau Miangas, Marore, dan Marampit. Belakangan, beredar peta pariwisata Filipina yang memasukkan ketiga pulau itu ke wilayah Filipina. Di masa mendatang, ini bisa menjadi masalah mencuat,” kata Wakil Kepala Polda Sulawesi Utara Komisaris Besar John Kalangi.

Ketiga pulau tersebut terletak di Kabupaten Sangihe dan Talaud. Jarak ketiga pulau itu lebih dekat dengan Filipina (selatan) ketimbang ibu kota kabupaten. Dampaknya, secara sosial dan budaya, masyarakat setempat merasa lebih memiliki kedekatan sosial dengan Filipina ketimbang Indonesia. Kebutuhan sehari-hari dan sarana telekomunikasi terpenuhi dari negeri Filipina.

”Dulu penduduk di pulau-pulau itu pasang foto Presiden Marcos di rumah dan terbiasa berbahasa Tagalog. Pernah satu kali ada bentrokan antara aparat dan masyarakat yang tidak terselesaikan. Mereka lalu menaikkan bendera Filipina,” kata John.

Tak terurusnya kawasan perbatasan tersebut cukup ironis, mengingat sedikitnya ada 16 instansi pemerintahan yang tergabung dalam tim koordinasi kawasan perbatasan.

Instansi itu adalah Kantor Menko Politik Hukum dan Keamanan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Pertahanan, TNI, Polri, Departemen Hukum dan HAM (Imigrasi), Departemen Keuangan (Bea dan Cukai), Departemen Perhubungan, Departemen Luar Negeri, Departemen Komunikasi dan Informatika, Departemen Kelautan dan Perikanan, Badan Koordinasi Survei Pemetaan Nasional, Direktorat 15 Badan Intelijen Negara, Direktorat B Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Badan Koordinasi Keamanan Laut, dan Lembaga Ketahanan Nasional.

”Perlu dibentuk saluran koordinasi cepat antar-aparat instansi terkait, yang bertanggung jawab di perbatasan wilayah NKRI,” papar Kepala Polri Bambang Hendarso Danuri dalam sambutan yang dibacakan Yusuf.(SF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads

Copyright 2008 - 2023 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com