Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

William Wongso, Diplomat Rendang

Kompas.com - 22/11/2010, 03:51 WIB

Penjelasan yang diberikan oleh William dinilai lebih detail dengan filosofi rendang daripada informasi yang didapat dari pihak Singapura yang menyatakan rendang mereka adalah ”rendang kontemporer”.

Malaysia pun mengaku memiliki rendang lokal. Rendang Malaysia yang disebut rendang kelantan dan rendang negeri sembilan memiliki perbedaan dengan Indonesia. Proses memasak rendang di Malaysia, ujar William, lebih singkat dan melakukan pengentalan bumbu dengan kelapa parut yang disangrai.

Sebaliknya, rendang ala Indonesia harus dimasak cermat, dibuat sedemikian rupa hingga warna daging kehitaman, tetapi tidak gosong. Rendang harus tetap diaduk dan tidak bisa ditinggal oleh koki, tidak ubahnya seperti mengolah gula hingga menggumpal menjadi karamel.

Memilih daging pun harus cermat. Sering kali penilaian kualitas rendang di Indonesia hanya menyebut bumbu belaka dan kualitas daging tidak menjadi prioritas. Pilihan daging sapi dijatuhkan pada jenis Brahman Cross asal Australia yang banyak digemukkan di Indonesia. Sebagai alternatif, ujar William, dapat digunakan sapi bali. Terkadang dia juga membuat rendang dengan menggunakan daging wagyu dan kobe yang harganya selangit!

Daging yang dipilih untuk rendang disarankan berasal dari bagian paha, pipi, paha atas (rump), ataupun sengkel. Ada tips tambahan bagi yang menggunakan daging sengkel, yaitu harus dipisahkan dari lemak dan otot yang alot.

Sebagai pakar mengolah rendang, William mengaku bisa mengolah rendang hingga 50 kilogram dalam sekali masak. Peralatan modern boleh digunakan di dapur, tetapi pakem memasak rendang tetap harus dijaga dan dilakukan secara cermat serta memakan waktu yang tidak bisa dilakukan secara instan demi menghasilkan rendang dengan bumbu meresap dan tidak alot.

Rendang dan ”rijstaffel”

Rendang memang menjadi ujung tombak, tetapi menu lain tidak dilupakan, seperti rijstaffel yang menjadi silang budaya seni kuliner Indisch yang memadukan citarasa Nusantara dan Eropa.

Agar diplomasi kuliner berjalan efektif, William Wongso pun merangkul para chef di Kedutaan Besar Republik Indonesia. Sejumlah KBRI seperti di Den Hague, Kerajaan Belanda; London, Kerajaan Inggris; Seoul, Korea Selatan, dan perwakilan diplomatik Republik Indonesia di sejumlah negara yang kerap didatangi William untuk membagi ilmu.

Upaya swadaya memperkenalkan kekayaan kuliner Nusantara itu terkadang dibantu sejumlah pihak yang peduli. Terakhir kali, William melatih pembuatan rijstaffel bagi penerbangan Jakarta-Amsterdam untuk maskapai penerbangan Garuda Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com