Anggota staf Divisi Advokasi pada Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Chrisbiantoro, mengatakan, Sondang dikenal aktif dalam unjuk rasa dan diskusi di kampus. ”Aktivis Hammurabi kerap berkumpul di Kontras untuk berdiskusi,” kata Chrisbiantoro.
Meskipun demikian, sepengetahuan dia, saat berunjuk rasa, Sondang belum pernah bertindak ekstrem dalam mengekspresikan diri. Sondang lebih sering melakukan aksi teatrikal.
Menurut Kontras, tiga hari sebelum membakar diri, Sondang menitipkan identitas dan telepon seluler kepada seseorang. Satu bulan sebelumnya, Sondang juga mengirim pesan singkat melalui telepon seluler kepada rekan aktivis di Kontras, yang berisi ingin menitipkan Hammurabi.
”Kami tidak mengerti maksud pesan itu sampai identitas pelaku aksi bakar diri diketahui,” kata Chrisbiantoro.
Di kalangan teman sekampus, Sondang juga dikenal aktif dalam kegiatan diskusi dan sosial. Pemuda ini juga dipandang sebagai mahasiswa cerdas, berpengetahuan luas, dan mudah bergaul.
Singkaro (23), teman satu jurusan dan satu angkatan dengan Sondang, kemarin, datang ke RSCM untuk menjenguk rekannya. ”Sudah dua bulan Sondang tidak terlihat di kampus,” ujarnya.
Aksi membakar diri oleh Sondang mengundang keprihatinan para aktivis dan mahasiswa. Puluhan mahasiswa yang menamakan diri Jaringan Kampus menggelar aksi damai, doa bersama, dan renungan di depan RSCM hingga Jumat malam.
Jaringan Kampus yakin tindakan Sondang membakar diri membawa pesan penting, yaitu keprihatinan terhadap kondisi bangsa. Lokasi aksi di depan Istana Negara menunjukkan keyakinan bahwa tempat tersebut merupakan sumber masalah bangsa.
”Kami akan terus menggalang dukungan dan menuntut pemerintah meminta maaf kepada rakyat,” kata Deny Ardiansyah, mahasiswa Universitas Bung Karno.
(BRO/RTS/ATK)