Oleh: Alifia Putri Yudanti & Ristiana D Putri
Di zaman yang penuh dengan kemudahan akses informasi ini, body shaming masih menjadi isu yang cukup meresahkan bagi semua orang.
Siapa saja bisa terkena body shaming, bahkan figur publik sekali pun. Masih banyak orang yang melakukan body shaming tak sadar bahwa tindakannya itu tercela.
Body shaming kerap dilontarkan oleh orang terdekat maupun yang tak dikenal.
Mirisnya, orang terdekat yang seharusnya mendukung dan melindungi, malah mengatakan hal-hal tak baik tentang fisik kita.
Perkataannya cenderung menyakitkan hati hingga berdampak pada penurunan rasa percaya diri dan kesehatan mental.
Kasus ini di Indonesia masih tergolong cukup tinggi. Berdasarkan laporan ZAP Beauty Index pada 2020, sekitar 62,2 persen perempuan di Indonesia pernah menjadi korban body shaming selama hidupnya.
Data tersebut membuktikan bahwa banyak orang belum teredukasi soal dampak dari body shaming yang mereka lakukan.
Body shaming membuat manusia seakan-akan hanya dinilai melalui fisiknya tanpa melihat dari aspek lain.
Masyarakat yang telah menetapkan standar tertentu, membuatnya secara tak sadar memproyeksikannya ke orang lain.
Hal itu menyebabkan semua orang harus terlihat 'sesuai' dengan keinginan masyarakat. Padahal, setiap manusia pasti memiliki keunikannya masing-masing.
Untuk mencegahnya, terkadang diperlukan juga usaha yang dilakukan oleh kita. Misalnya adalah dengan mengutarakannya (speak up) apabila merasa tak nyaman.
Dengan speak up, kita dapat memberikan batasan terhadap diri dengan orang lain.
Berani berbicara dan mengutarakan apa yang menjadi keresahan diri dapat memberikan segudang manfaat. Terlebih bagi orang yang terus-terusan mendapatkan body shaming.
Melansir dari The Vibe With Ky, ada tiga manfaat yang bisa dirasakan oleh korban body shaming apabila berani melakukan speak up.