Namun, Mauss dan rekan-rekannya menemukan bahwa definisi kebahagiaan seseorang, apa pun definisinya, cenderung berkorelasi dengan ukuran kesejahteraan yang lebih baik.
Kegembiraan dan kedamaian dan pengetahuan bahwa hidup kita bermakna — itu semua hal yang baik.
Menurut Mauss, ada satu pengecualian besar. Ketika orang mendefinisikan kebahagiaan dalam hal harta benda, itu dikaitkan dengan kesejahteraan yang lebih buruk.
Mauss menemukan wawasan yang lebih berguna saat mengerjakan studi tahun 2015 yang muncul di Journal of Experimental Psychology.
Untuk proyek itu, ia dan rekan-rekannya meneliti bagaimana orang-orang dalam budaya yang berbeda di seluruh dunia memikirkan dan mengejar kebahagiaan.
Berdasarkan temuan Mauss, kebahagiaan bersifat relatif individualistis di Amerika Serikat. Orang Amerika dalam studinya cenderung berfokus pada pengalaman emosional pribadi mereka dan cara terbaik untuk memperbaikinya.
Dan sekali lagi, menilai kebahagiaan dengan cara ini dikaitkan dengan kesejahteraan yang lebih rendah.
Namun di Asia Timur, di mana gagasan tentang kebahagiaan lebih bersifat sosial dan kolektivis, daripada berorientasi pada diri sendiri, pola-pola ini terbalik. Semakin seseorang menghargai kebahagiaan, semakin besar kesejahteraannya.
Di sana, Mauss dan kelompoknya menemukan bahwa pengejaran kebahagiaan tampak berbeda dibandingkan di Amerika.
Kebahagiaan sering kali melibatkan membantu orang lain atau menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman dan keluarga.
Orang juga cenderung mengasosiasikan kebahagiaan dengan sentimen seperti “melihat orang lain puas” atau “membuat orang yang saya sayangi merasa senang.”
Salah satu "produk sampingan" yang tidak diinginkan dari memprioritaskan kebahagiaan — yang mudah diabaikan — adalah kita akhirnya menghabiskan banyak waktu untuk memantau dan menilai perasaan kita.
Misalnya dengan memancing dengan pertanyaan, "Bagaimana kabar saya sekarang?", "Apakah ekspektasi hidup saya", "Bagaimana perasaan saya saat ini?", dan seterusnya.
Apa pun jawaban yang kita berikan, Mauss mengatakan bahwa pemeriksaan diri emosional semacam ini dapat memiliki konsekuensi yang tidak menyenangkan.
Jika emosi kita menyenangkan, maka berhenti sejenak untuk memeriksanya dapat mengurangi kepositifannya dengan menarik diri kita keluar dari momen itu.