Balita dengan gizi kurang, biasanya sudah mengalami masalah berlarut-larut. Mulai dari anemia, gangguan oromotor, ketidakmampuan mengunyah karena gigi terlanjur karies tanpa penanganan, hingga penyakit kronik yang diderita seperti TBC.
Atau bahkan, orangtua sudah terlanjur pasrah dengan memberi anak jajanan – asal mau makan. Semua itu, berdampak pada nafsu makan buruk bagi anak yang bersangkutan.
Baca juga: Promosi Kesehatan: Iklan Layanan Masyarakat yang Ketinggalan
Jadi, selain pendekatan spesifik pencegahan stunting dengan asupan gizi yang benar, pendekatan sensitif yang justru mendongkrak keberhasilan penanggulangan stunting sebesar 70%, juga perlu mendapat perhatian khusus.
Konvergensi penanganan stunting lintas kementerian atau sektor harus menjadi jejaring kuat, karena setiap program di masing-masing dinas atau kementerian, berfokus pada satu masalah yang saling memberi kontribusi.
Ketimbang kolaborasi tiap sektor dengan pelaku usaha -- yang cenderung punya agenda saat berdonasi, mulai dari ajang promosi tanpa pemberdayaan masyarakat hingga meningkatkan gairah membeli.
Apalagi, hal yang amat disambut baik generasi orangtua baru, yang dituding ‘generasi medsos gas pol’-- tinggal beli bubur kemasan atau pinggir jalan, minimal berburu aneka resep buat anaknya lekas gemuk dan tinggi, tanpa mau berupaya telaten menjadi orangtua yang layak jadi panutan.
Yang tersinggung jika anaknya disebut stunting, tapi berebut jika dibagikan aneka produk mahal buat anak stunting. Padahal, ekonomi tidak sedang baik-baik saja.
Sedangkan hasil pangan lokal jauh lebih menjanjikan – sebagaimana kementerian desa selalu menekankan peningkatan ekonomi rakyat, sekaligus meningkatkan kualitas manusianya dengan gizi yang mumpuni.
Jadi, PMT berbasis pangan lokal adalah gerakan pemberdayaan yang mesti didukung. Dengan perencanaan yang matang, pelaksanaan yang komprehensif, hasilnya pasti memberi manfaat luar biasa bagi masyarakat, yang diedukasi bernalar, bertanggungjawab, mau terlibat untuk berubah.
Bukan hanya menadahkan tangan dan berteriak sebagai korban, jika yang didapat tidak sesuai harapan.
Baca juga: Keragaman Pangan Lokal, Masuk Akal atau Delusional?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.