Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Brigitta Valencia Bellion
KOMPAS.com - Emosi adalah perasaan yang dimiliki oleh semua manusia. Bentuknya pun tak selalu negatif karena ada pula emosi positif. Meski output-nya berbeda, kedua emosi ini bisa muncul sebagai bentuk refleks atau tanggapan terhadap sesuatu.
Itu sebabnya, jika tak dikontrol, emosi bisa berdampak buruk bagi diri kita. Begitu pula di lingkungan kerja.
Tak dapat dimungkiri bekerja merupakan tantangan karena setiap harinya ada masalah baru yang menghadang para karyawan. Misalnya, perbedaan persepsi, konflik dengan rekan kerja, hingga target yang tak tercapai. Hal-hal seperti itu bisa memicu keluarnya emosi negatif.
Dalam siniar Obsesif episode “Mengelola Emosi dalam Bekerja” dengan tautan akses dik.si/ObsesifS8E5, dijelaskan bahwa emosi negatif perlu divalidasi. Selain itu, emosi ini perlu juga dikelola karena saat berada di lingkungan kerja, kita harus tetap menjaga profesionalitas.
Mengutip Forbes, Anne Kreamer, penulis It’s Always Personal, Navigating Emotion in the New Workplace, mengatakan bahwa meski lingkungan pemicu berbeda, namun emosi bisa dirasakan di mana saja, termasuk di tempat kerja.
Biasanya, emosi ini dipicu oleh kritik berlebihan, masalah dengan rekan kerja, lingkungan toxic, hingga pengumuman mengejutkan, seperti PHK.
Baca juga: Perlukan Punya Teman di Kantor?
Namun, inti dari semuanya adalah keadaan tersebut tak sesuai dengan ekspektasi yang kita rancang sehingga emosi pun muncul. Penting untuk segera menyadari jika mulai muncul respons terhadap emosi.
Misalnya, di suatu meeting, kita dimarahi oleh rekan kerja dan atasan sehingga membuat kita ingin menangis. Padahal, kita menganggap pekerjaan telah diselesaikan dengan baik. Timbulnya perasaan itu adalah hal yang wajar dan kita harus mampu mengeluarkan emosi itu dengan tepat.
Terlebih, bagi para pekerja baru, menyelesaikan pekerjaan akan terasa berat. Ditambah lagi belum cukupnya pengalaman untuk menghadapi situasi tersebut sehingga rentan menghadapi perasaan tak aman yang memicu emosi negatif.
Hal inilah yang sempat menjadi pembicaraan hangat bahwa mayoritas Gen Z terkesan ‘lemah’ saat dihadapkan dengan dunia kerja.
Perasaan tertekan bisa bertambah jika lingkungan kerja tak mendukung atau memberikan fasilitas untuk mereka belajar. Alhasil, mereka pun jadi lebih rentan terkena masalah mental.
Meskipun begitu, sebagai pekerja, kita harus berusaha menjadi pribadi yang mengutamakan resiliensi dalam menghadapi masalah.
Menurut Limeade, regulasi emosi dapat membantu kita dalam mengelola perasaan negatif muncul. Bahkan, jika mampu mengatur emosi, kita akan mendapat beberapa manfaat, seperti
Jika mendapat kritik, terimalah kritikan tersebut, berhenti sejenak, validasi dan luapkan emosi di tempat yang tepat (toilet jika ingin menangis atau curahkan di buku harian), baru setelahnya berpikir kembali untuk mendapat solusi terbaik.