Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sering Dihiraukan, Ternyata Ini Pentingnya Emosi Negatif untuk Diri Sendiri

SETIAP hari, kita menghadapi berbagai emosi, baik negatif maupun positif. Emosi-emosi itu datang silih berganti.

Akan tetapi, bagi sebagian orang, emosi negatif adalah salah satu momok menakutkan. Emosi negatif sering kali dilekatkan sebagai “musuh” bagi diri.

Akhirnya, banyak orang yang enggan untuk menerima perasaan itu sehingga kehadirannya tak divalidasi.

Padahal, marah, emosi, sedih, dan kecewa juga merupakan bagian dari perjalanan hidup. Kita tak bisa terus-terusan memaksa diri untuk memunculkan perasaan positif.

Menunjukkan emosi positif secara terus-menerus dapat membuat diri tenggelam ke dalam toxic positivity.

Nantinya, emosi positif bisa menutupi emosi negatif karena pola pikir kita telah menetapkan bahwa bersedih itu tanda kelemahan.

Faktanya, emosi itu muncul karena sebagai bentuk reaksi dari keadaan yang menimpa kita. Jadi, mengeluarkan emosi sesuai kondisi adalah suatu hal yang wajar.

Melansir dari Scientific American, penelitian menunjukkan bahwa menerima emosi negatif sangat penting untuk kesehatan mental.

“Mengakui kekompleksitasan hidup mungkin merupakan jalan yang sangat bermanfaat untuk kesejahteraan psikologis,” ucap Jonathan M. Adler, seorang psikolog dari Franklin W. Olin College of Engineering.

Selain penting untuk kesehatan mental, memvalidasi emosi negatif juga memiliki manfaat lainnya. Lantas, apa saja manfaat itu?

Membantu merasa lebih baik

Dengan mengakui emosi negatif, kita bisa mengeluarkan segala keresahan yang ada dalam diri.

Misalnya, saat kecewa terhadap suatu hal, ungkapkanlah dengan menangis. Dari situ, perasaan akan divalidasi sehingga perlahan bisa menerima keadaan yang telah berlalu.

Memberikan kesempatan untuk merasakan emosi negatif juga dapat meningkatkan mood yang positif.

Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Bylsma dkk. (2011) bahwa 30 persen orang yang melakukan sesi menangis selama 40?73 hari mengalami perubahan emosi positif.

Biasanya, setelah meluapkan emosi negatif, perasaan lega akan muncul karena telah mengeluarkan beban yang selama ini dipikul sendirian.

Apabila tak ingin menangis, kita juga bisa mencurahkannya lewat kegiatan journaling atau berbicara dengan diri sendiri di depan kaca.

Membantu meningkatkan produktivitas

Perasaan negatif, seperti sedih, merasa gagal, dan kecewa dapat meningkatkan produktivitas karena ia membantu kita sadar akan kesalahan.

Artinya, melalui perasaan itu, tubuh memberi sinyal bahwa harus ada sesuatu yang diubah. Dengan mengakui keberadaannya, berarti kita peduli terhadap kelemahan diri.

Setelah berhasil mengeluarkan emosi negatif, kita akan merasa tenang dan lega. Perasaan itulah yang akan meningkatkan semangat karena telah berhasil melepas beban.

Dari situ, kita akan berusaha untuk menjadi sosok yang lebih baik lagi. Bahkan, tak menutup kemungkinan usaha itu dapat membawa kesuksesan di kemudian hari.

Memperluas pandangan 

Ketika hanya mengedepankan emosi positif, kita bisa saja salah menilai orang lain. Pemikiran pun akan menjadi bias.

Ketika ada teman yang ingin curhat soal masalah hidupnya, tanggapan yang diberikan justru tak bijak dan cenderung mengarah ke toxic positivity.

Orang itu diminta untuk terus bersyukur dan menjalani hidup dengan semangat.

Padahal, kita tak tahu seberapa besar beban masalah yang sedang ia tanggung. Namun, dengan pemikiran bias, permasalahan akan dilihat hanya dari dasar saja.

Respons ini tentu akan berbeda jika diri sendiri lebih dulu bisa memahami emosi negatif.

Emosi negatif ini akan melatih diri kita untuk berempati terhadap masalah orang lain. Apabila mereka sedang berada dalam masa-masa sulit dan menangis, itu adalah hal yang wajar.

Jadi, daripada memberikan nasihat yang tidak tepat, kita akan lebih senang menjadi pendengar untuknya.

Membuat hidup lebih bermakna

Keberagaman emosi yang dapat dirasakan ternyata bisa membuat hidup kita lebih bermakna.

Dengan perasaan takut, muncul perasaan khawatir apabila kehilangan orang-orang yang disayang.

Dari situ, kita akan terus berusaha menyayangi mereka dan merasa bersyukur atas kehadirannya.

Selain itu, penelitian Saunders dkk. (1996) menunjukkan bahwa ketika berhasil mengakui perasaan negatif, kita juga bisa mengatasinya.

Akhirnya, seseorang berhasil menciptakan ketahanan emosi sehingga bisa mengontrolnya.

Jadi, apabila sewaktu-waktu ia datang, kita telah memiliki tindakan preventif untuk mencegah dan bahkan mengatasinya.

Semakin menghiraukan emosi negatif, kemampuan untuk membangun ketahanan emosi juga semakin berkurang.

Dalam siniar Semua Bisa Cantik, Ayoe Sutami, seorang Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga memberikan pandangannya terkait perbedaan self-love, selfish, dan toxic positivity.

Agar tak ketinggalan, dengarkan siniarnya di Spotify atau akses sekarang juga melalui tautan berikut https://spoti.fi/3AjHQjJ.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/01/24/071000520/sering-dihiraukan-ternyata-ini-pentingnya-emosi-negatif-untuk-diri-sendiri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke