Radikalisme dunia kesehatan
Radikalisme dunia kesehatan belakangan ini menjadi kian ngeri, saat sebagian orang kehilangan kepercayaan dengan istilah mereka ‘medis barat’ – yang kian gaduh ditimpali informasi sepotong-sepotong dari sosial media dan media online yang mengutip berita tanpa konfirmasi pakar.
Seakan-akan kemoterapi membuat orang akhirnya harus cuci darah misalnya. Atau vaksin malah membuat bayi-bayi menderita autis.
Menumpas berita atau sekadar memberi label hoax tidak menyelesaikan masalah. Semua itu butuh introspeksi yang membuat kita semua perlu kerja keras.
Ada yang salah dengan pendidikan kesehatan jasmani sejak anak duduk di bangku sekolah dasar.
Coba saja lihat betapa ngenasnya, isi buku ajar masih saja menyebutkan 4 sehat 5 sempurna yang sudah usang dan contoh menu yang katanya ‘sehat’, tapi isinya gorengan mulai dari tempe hingga perkedel.
Ada yang salah juga dengan iklan yang mengandaikan makanan pabrikan bisa mengganti sayur dan buah yang sesungguhnya.
Ada yang salah dengan pembiaran terus menerus, sekali pun advokasi sudah lelah berkepanjangan berseteru dengan kepentingan ekonomi industri. Dan kesehatan selalu mengalah.
Sudah bukan jamannya lagi represi bisa diberlakukan. Yang ditekan tentu akan berontak. Yang dilawan tentu akan menyerang.
Radikalisme yang terjadi di segala aspek kehidupan kita saat ini hanyalah sebuah informasi - feedback – tentang apa yang selama ini telah kita biarkan.
Ada sebagian orang yang bisa jadi sudah muak dan lelah – sehingga berbalik arah seratus delapan puluh derajat.
Jika ‘ada yang salah’ dengan pendidikan kesehatan jasmani dan buku ajar gizi, lalu bagaimana dengan ajaran-ajaran yang lain? Lalu bagaimana dengan mata ajar Pancasila yang sudah hilang – bukan hanya kurikulumnya – tapi juga contoh hidupnya.
Jujur, saya masih dilanda kengerian yang sangat apabila kita menganggap enteng itu semua dan berharap ‘suatu hari ada orang yang akan membereskannya’.
Satria piningit itu tidak akan pernah ada, jika kita masih hidup dalam angan-angan. Dan anak-anak kita sama parahnya, hari ini mengandaikan ‘hidup baik-baik saja’ sambil sibuk dengan kenarsisannya memamerkan diri di dunia maya, di media sosial yang semu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.