Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/07/2018, 12:51 WIB
Wisnubrata

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Saat Hari Anak Nasional 23 Juli lalu, laman media sosial dipenuhi berbagai unggahan soal menyayangi anak. Ada yang menyempatkan cuti agar bisa menemani anak seharian, ada yang memberi kejutan dengan menjemputnya dari sekolah, dan yang terbanyak adalah mengunggah foto dan ajakan memeluk anak.

Bagi sebagian orang, Hari Anak sungguh digunakan untuk membahagiakan anak-anak. Namun ternyata tak semua anak mendapat kesempatan mendapat pelukan hangat dari orangtuanya. Banyak dari mereka yang tidak tumbuh bersama keluarganya.

Menurut data dari Yayasan Sayangi Tunas Cilik, terdapat 500.000 anak Indonesia yang tinggal di 8.000 Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak atau sering kita sebut sebagai Panti Asuhan. Padahal 90 persen dari angka tersebut masih memiliki orangtua.

Lalu mengapa mereka tinggal di Panti Asuhan?

Ada berbagai alasan. Yang terbanyak adalah karena orangtuanya tidak mampu menanggung beban ekonomi membesarkan anaknya. Namun ada juga yang ditawari oleh Panti Asuhan untuk tinggal di sana karena rupanya beberapa panti mendapat dana sesuai jumlah anak yang diasuh. Makin banyak anak, makin banyak dana diterima.

Baca juga: 4 Cara Luangkan Waktu Bersama Anak di Tengah Kesibukan

Salah satu contohnya adalah Siska. Gadis ini terlahir prematur saat ibunya mengalami kecelakan motor. Karena harus berobat dan mengurus hal lain, keluarga Andre dan Wahyuni, orangtua Siska, merasa tidak bisa membesarkan gadis itu. Apalagi anak ini ternyata memiliki kebutuhan khusus.

Siska kemudian ditinggal di rumah sakit karena orangtuanya tak mampu menebus biaya kelahiran. Akhirnya ia diserahkan ke Panti Asuhan.

Ilustrasi anak kesepianjhandersen Ilustrasi anak kesepian
Cerita serupa dialami Akmal Dharmawan. Bocah ini hidup di panti setelah orangtuanya bercerai. Ibunya tak mampu membiayai Akmal, yang membuatnya jauh dari kasih sayang orangtua kandungnya.

Padahal tempat terbaik untuk tumbuh kembang anak dan mendapat kasih sayang penuh adalah di tengah keluarganya, bersama ayah ibunya dan saudara-saudaranya.

Kesadaran mengenai hal itulah yang memunculkan gerakan Family First yang merupakan program pendekatan dan pendampingan kepada anak dan orang tua terkait tanggung jawab dan pola asuh anak berbasis keluarga. Tujuannya mencegah anak-anak terpisah dari keluarganya.

Namun masalahnya, mengembalikan anak kepada keluarganya tentu tidak semudah itu.

Menurut relawan di lapangan, ada dua hambatan besar, pertama dari pihak panti asuhan yang tidak ingin donasi berkurang bila anak asuhnya pulang. Yang kedua dari orangtua yang enggan menerima karena bakal ada tambahan biaya hidup untuk sang anak.

Karenanya program Family First yang digagas Yayasan Sayangi Tunas Cilik ini menggandeng donatur untuk bisa mendukung kehidupan anak-anak itu bersama keluarganya.

Salah satu donatur utamanya adalah para pelanggan The Body Shop Indonesia. Produk perawatan tubuh ini sejak bulan Ramadhan lalu menggelar aksi donasi, di mana para pembeli bisa menyumbang lewat kasir di semua gerai The Body Shop.

Baca juga: Kebaikan dalam Sebuah Paket Kecantikan dan Perawatan Tubuh

"Sebagai wujud dari salah satu komitmen The Body Shop, Enrich Not Exploit, yaitu Enrich Our People serta bentuk kepedulian ke anak-anak, The Body Shop menggalang program donasi mendukung program Family First. Tujuannya untuk mengembalikan kembali hak dan pola pengasuhan anak kepada keluarganya,” ujar Aryo Widiwardhono, CEO The Body Shop Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com