Oleh: Intania Ayumirza dan Sulyana Andikko
INDONESIA termasuk negara yang dilihat sangat menjanjikan bagi bisnis kecantikan. Melansir data dari Statista yang dikutip oleh Databoks, Indonesia diperkirakan akan menjadi pasar kosmetik terbesar kelima di dunia pada 10—15 tahun yang akan datang.
Pada kuartal pertama 2020, tercatat bahwa industri ini mampu mencapai nilai ekspor sebesar Rp 4,44 triliun (317 juta dollar AS) sesuai keterangan dari Kementerian Perindustrian.
Menyambut peluang tersebut, beragam merek kecantikan lokal kian bermunculan. Hal itu tentu memberi angin segar bagi produk-produk yang semakin tepat sasaran bagi kebutuhan para pengguna di kawasan beriklim tropis.
BASE, perusahaan rintisan yang berfokus pada perawatan kulit berbasis teknologi yang lahir pada tahun 2019, adalah salah satunya.
Baca juga: Daftar Skincare Korea dan Jepang yang Paling Diminati Selama 2021
Yaumi Fauziah Sugiharta, Co-founder sekaligus CEO BASE dalam siniar OBSESIF bertajuk "How Humility Drives Business Innovation" mengungkap bahwa idenya dalam menjajaki dunia bisnis lahir dari pertanyaan yang berkali-kali diterimanya selama menjadi pegiat blog kecantikan pada tahun 2017.
Pertanyaan tersebut tidak lain adalah "bagaimana cara untuk menemukan produk yang sesuai dengan kondisi kulit tiap orang?"
Pada masa itu, Yaumi menemukan fakta bahwa produk kecantikan di Indonesia masih dipenuhi oleh merek global asal Asia Timur dan negara-negara barat.
Ia beranggapan produk-produk tersebut kurang mewakilkan pengguna di Indonesia yang memiliki gaya hidup, latar belakang etnis, serta kondisi geografis yang tidak beririsan dengan negara-negara produsen tersebut.
Belum lagi, deifikasi definisi kecantikan yang seolah-olah hanya milik kulit putih menjadikan produk-produk kosmetik seperti kurang inklusif.
Baca juga: Kenali Kandungan Niacinamide dalam Produk Perawatan Kulit
Padahal, mengutip sebuah penelitian di tahun 2012, produk perawatan kulit dari waktu ke waktu umumnya diformulasikan untuk arketipe (archetypes) yang fiksional, yaitu tanpa memperhatikan keunikan setiap kulit maupun perubahan kebutuhan kulit dari waktu ke waktu pada pengguna yang riil.
Alhasil, produk perawatan tersebut dapat membuahkan efek yang bermacam-macam—dan tidak jarang berujung ketidakcocokan—pada kondisi kulit para pengguna dengan usia, etnis, lokasi geografis, hingga faktor-faktor demografis, dan psikografis yang bervariasi.
Di samping itu, selaku penggemar green beauty (perawatan yang berasal dari bahan-bahan alami) dan clean beauty (produk yang tidak mengandung bahan berbahaya), Yaumi merasakan sulitnya menemukan produk dengan spesifikasi tersebut di Indonesia. Pun ada, ketersediaannya hanya terbatas di situs belanja daring dengan harga yang cukup tinggi.
Dengan berbagai problematika tersebut, ditambah dengan ramainya jenis produk di pasaran, ulasan dari para pemengaruh (influencer), serta tingkatan harga yang bervariasi, menjadikan pengalaman membeli produk perawatan kulit sebuah tantangan yang mempertaruhkan apakah produk tersebut benar-benar cocok dengan kondisi kulit maupun hasil yang diharapkan.
Baca juga: Ini Dia Deretan Masalah Kulit Kepala berikut Cara Menanganinya
Berbekal kepeduliannya terhadap bahan natural dan ditopang dengan pengalamannya bekerja di lingkungan rintisan teknologi pada tahun 2015 hingga 2018, Yaumi lantas bertendensi untuk mencari solusi.