KOMPAS.com - Putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep melangsungkan pernikahan dengan Erina Sofia Gudono di Pendopo Agung Royal Ambarrukmo, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sabtu (10/11/2022).
Adapun prosesi pernikahan beserta pestanya dilakukan di Puro Mangkunegaran, Solo, Jawa Tengah pada hari ini, Minggu (11/12/2022).
Berlangsung di dua kota berbeda, rupanya pengantin beserta keluarganya menyesuaikan busana dengan gaya masing-masing kota.
Hal ini terlihat ketika acara diadakan di Yogyakarta, Kaesang beserta keluarga Presiden Joko Widodo mengenakan busana daerah bergaya Yogyakarta, mulai dari kain batik hingga blangkon atau penutup kepalanya.
Begitu juga saat upacara dilangsungkan di Solo, kain, blangkon, busana, hingga kerisnya menggunakan gaya Solo.
Baca juga: Potret Keluarga Jokowi di Pernikahan Kaesang, Kompak Pakai Baju Bernuansa Emas
Blangkon sendiri merupakan tutup kepala sebagai pelengkap busana tradisional pria di Jawa, khsususnya Yogyakarta dan Solo.
Meski memiliki fungsi dan bentuk yang hampir sama, namun blangko memiliki perbedaan antara busana adat satu daerah dengan daerah yang lain.
Beberapa kalangan mengatakan blangkon merupakan asimilasi budaya Hindu dan Islam. Para pedagang Gujarat keturunan Arab yang beragama Islam, saat masuk ke Indonesia sering mengenakan sorban, kain panjang yang dililitkan di kepala sebagai penutup kepala.
Hal itu, kemudian menginspirasi orang Jawa pada waktu itu untuk menggunakan kain ikat di kepalanya.
Blangkon berasal dari kata "blangko" yang artinya siap pakai. Pada jaman dahulu, blangkon tidak berbentuk bulat dan siap pakai, tetapi berupa ikat kepala yang harus diikatkan ke kepala.
Karena cara mengikatnya cukup rumit, maka terciptalah ikat kepala yang siap pakai yang dijuluki blangkon. Blangkon bermula dari kain persegi empat berukuran 105 cm x 105 cm, kain ini dilipat dua menjadi bentuk segitiga yang kemudian dililitkan di kepala.
Baca juga: 8 Detail Unik Pernikahan Kaesang dan Erina, dari Prewedding sampai Akad Nikah
Berikut perbedaan blangkon gaya Yogyakarta dan Solo atau Surakarta:
Motif kain yang sering digunakan dalam pembuatan blangkon adalah motif modang, blumbangan, kumitir, celengkewengen, jumputan, sido asih, sido wirasat, maupun taruntum.
Makna simbolis bentuk Blangkon Gaya Yogyakarta antara lain:
Setelah Perjanjian Giyanti terjadi revolusi budaya yang menyebabkan Pakubuwono III membuat beragam blangkon.
Jika Yogyakarta hanya memiliki dua model blangkon, Solo memiliki 6 model blangkon. Batik yang digunakan untuk blangkon Solo ada beberapa jenis, yaitu motif Solo muda atau motif keprabon, motif kesatrian, motif perbawan, motif dines, maupun motif tempen.
Seperti blangkon Yogyakarta, blangkon Solo terdiri dari beberapa bagian, yaitu congkeng (bagian dalam). Bagian depan disebut wiron yang jumlah wironnya dibuat ganjil. Kemudian, bagian lainnya terdiri dari waton, tutupan, lampingan, jebeh, kantong mondol, dan cunduk jungkat.
Baca juga: Profil Erina Gudono, Gadis Yogyakarta yang Siap Dipinang Kaesang
Blangkon gaya Yogyakarta menggunakan mondolan, sedangkan blangkon gaya Surakarta tidak menggunakan mondolan sehingga terlihat datar di bagian belakang. Mondolan sendiri awalnya merupakan bentuk rambut yang diikat dan dimasukkan dalam kain.
Penggunaan mondolan ini pun memiliki filosofi, yaitu dikaitkan dengan masyarakat Jawa yang pandai menyimpan aib dan rahasia diri sendiri maupun orang lain. Dengan begitu, mereka akan lebih memaknai hidup dan hati-hati menjaga keluhuran budi pekerti.
Kini mondolan dipertahankan dalam blangkon gaya Jogja meski pemakainya tidak memiliki rambut panjang yang diikat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.