KOMPAS.com - Sampah terus menjadi persoalan, termasuk dalam kehidupan di rumah. Disadari atau tidak, ada beberapa jenis sampah yang dapat berpotensi menjadi limbah berbahaya.
Founder Komunitas Sadari Sedari Nabilah Kushaflyki menyebutkan, setidaknya ada enam jenis sampah yang bisa berbahaya, jika tidak dikelola dengan baik.
Baca juga: Sadari Sedari, Bergerak Muliakan Limbah Fesyen demi Tujuan Mulia...
Berdasarkan catatan Bank Dunia tahun 2017, popok sekali pakai menjadi penyumpang sampah terbanyak kedua di laut.
Proporsinya disebut mencapai 21 persen dari total sampah di laut.
Popok dan pembalut sekali pakai memiliki kandungan Super Absorbent Polymer (SAP) hingga 42 persen, yang akan berubah bentuk menjadi gel saat terkena air.
Baca juga: Dari Popok hingga Sol Sepatu, 12 Benda yang Ikut Merusak Lingkungan
Nah, apabila terurai dalam air, zat kimia ini dapat membahayakan lingkungan.
Plastik menjadi barang rumah tangga sekali pakai yang dekat dengan kehidupan rumah tangga.
“Sampah plastik butuh ratusan tahun untuk mengurai sehingga menjadi sampah menumpuk dan mengancam ekosistem di sekitarnya,” tutur Nabilah.
Di balik penggunaannya yang praktis, sampah dari bekas tisu basah sangat sulit terurai di lingkungan dan pada akhirnya berakhir di lautan.
Hal ini karena tisu basah terbuat dari rensin plastik.
Baca juga: Mengeringkan Tangan dengan Tisu atau Hand Dryer, Mana Lebih Baik?
Limbah kaleng adalah limbah yang tidak bisa diurai secara alami dan termasuk limbah anorganik.
Dikutip dari greenguyrecycling, dibutuhkan waktu 80-200 tahun untuk mengurai sebuah kaleng.
Pemakaian kaleng sehari-hari tidak disadari menghasilkan tumpukan di tempat pembuangan sampah.
Baterai memiliki proses pembuangan khusus yang tidak dapat disatukan dengan pembuangan rumah tangga lainnya.
Membuang baterai bersama sampah rumah tangga dapat mengekspos alam terhadap bahan bahan kimia yang terdapat pada baterai.
Baca juga: Smartwatch, antara Gaya, Kebutuhan, dan Problem Kehabisan Baterai...
Di dunia, 100 miliar pakaian diproduksi setiap tahunnya. Dari jumlah itu, 85 persen di antaranya berakhir di penumpunan sampah dan tidak mudah terurai.
“Penumpukan tersebut menjadi salah satu sumber gas metana terbesar yang dapat memicu pemanasan global,” cetus perempuan lulusan Teknik Lingkungan ITB ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.