Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Clay-Art, Serba Mini di Tangan Yeny

Kompas.com - 23/01/2011, 12:38 WIB

Kolektor
Sejak punya anak, Yeny mengelola bisnisnya ini secara online dengan membuka website www.tokohany.com dan www.hanycraft.com. Melalui website inilah pembeli menjenguk toko Yeny lalu memesan hasil karyanya.

Menurut Yeny, pelanggannya datang dari berbagai daerah. Selain diminati kolektor, karya Hany juga dilirik instansi perkantoran juga produsen kerajinan lainnya. ”Produsen kerajinan ini membeli barang dari saya lalu ditempelkan pada produk kerajinan mereka,” tutur Yeny.

Sedangkan kolektor yang datang ke Yeny biasanya adalah penggemar rumah boneka, seperti mainan Barbie. Mereka memiliki rumah-rumahan Barbie lalu meminta Yeny untuk mengisi pernak-pernik rumah boneka tadi.

Barang yang akan dimasukkan ke rumah boneka ini tergantung tema. Kalau kolektor ingin membuat tema pesta, misalnya, Yeny mengisi rumah Barbie dengan benda-benda dan makanan untuk pesta, seperti cake, es krim, kue-kue kecil, dan lain-lain.

Ia pernah diminta mengisi rumah boneka bertema rumah Betawi. Si kolektor ingin ada cerita tamu yang datang ke rumah bonekanya. Maka Yeny pun membuat miniatur suguhan kopi ditambah satu piring pisang goreng yang diletakkan di atas meja tamu.

Harga produk buatan Yeny bervariasi, dari Rp 15.000 hingga Rp 1 juta. Harga tersebut ditentukan oleh tingkat kesulitan, lamanya pengerjaan, dan bahan-bahan yang digunakan.

Yeny punya pengalaman kedatangan pembeli yang ingin dibuatkan clay-art untuk cendera mata perkawinannya. Karena ingin menekan pengeluaran, pasangan calon pengantin tadi menawar produk Yeny semurah mungkin. Padahal, karya yang dibuat Yeny tadi memiliki tingkat kesulitan cukup tinggi.

Yeny lebih senang membuat clay-art kebutuhan kolektor. Para kolektor, kata Yeny, bisa menghargai nilai seni. Bagi Yeny, hasil karyanya itu dipandang lebih sebagai nilai seni daripada sekadar sebagai aksesori hiasan.

Detail, tekun, teliti
Agar bisa terus menghasilkan karya-karya clay-art, Yeny harus mendatangkan bahan baku clay dari beberapa negara seperti Jepang, Korea, Thailand, China, dan Jerman. Meski bernama clay yang artinya tanah liat, bahan baku clay tadi terbuat dari polymer. Menurut Yeny, bahan baku itu harus diimpor karena belum ada di Indonesia.

Yeny tidak tahu dari mana kerajinan clay-art itu berasal, tapi di negara-negara yang disebutkan tadi, seni itu sudah berkembang. ”Kalau kita jalan-jalan ke Jepang, misalnya, karya seni clay-nya bagus-bagus. Mereka tekun membuat detail sehingga bentuk dan warna miniatur tadi tampak seperti aslinya,” tutur Yeny.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com