Makna simbolis bentuk Blangkon Gaya Yogyakarta antara lain:
Blangkon Solo dikenal mulai Pakubuwono III, setelah terjadinya Perjanjian Giyanti. Sebelumnya, blangkon Solo memiliki bentuk seperti blangkon Yogyakarta, salah satunya memiliki ciri mondolan atau bulatan seukuran telur di bagian belakang kepala.
Setelah Perjanjian Giyanti terjadi revolusi budaya yang menyebabkan Pakubuwono III membuat beragam blangkon.
Jika Yogyakarta hanya memiliki dua model blangkon, Solo memiliki 6 model blangkon. Batik yang digunakan untuk blangkon Solo ada beberapa jenis, yaitu motif Solo muda atau motif keprabon, motif kesatrian, motif perbawan, motif dines, maupun motif tempen.
Seperti blangkon Yogyakarta, blangkon Solo terdiri dari beberapa bagian, yaitu congkeng (bagian dalam). Bagian depan disebut wiron yang jumlah wironnya dibuat ganjil. Kemudian, bagian lainnya terdiri dari waton, tutupan, lampingan, jebeh, kantong mondol, dan cunduk jungkat.
Baca juga: Profil Erina Gudono, Gadis Yogyakarta yang Siap Dipinang Kaesang
Blangkon gaya Yogyakarta menggunakan mondolan, sedangkan blangkon gaya Surakarta tidak menggunakan mondolan sehingga terlihat datar di bagian belakang. Mondolan sendiri awalnya merupakan bentuk rambut yang diikat dan dimasukkan dalam kain.
Penggunaan mondolan ini pun memiliki filosofi, yaitu dikaitkan dengan masyarakat Jawa yang pandai menyimpan aib dan rahasia diri sendiri maupun orang lain. Dengan begitu, mereka akan lebih memaknai hidup dan hati-hati menjaga keluhuran budi pekerti.
Kini mondolan dipertahankan dalam blangkon gaya Jogja meski pemakainya tidak memiliki rambut panjang yang diikat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.