Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Usugrow, Seniman Jepang yang Melawan Stigma hingga Mendunia

Kompas.com - 27/01/2020, 17:48 WIB
Reni Susanti,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Dengan senyuman khasnya, Usugrow mengulurkan tangannya. Ia bersalaman dan menyapa Kompas.com di Bandung, akhir pekan lalu.

Tak berapa lama ia menaiki tangga dan keluar ruangan untuk mengisap sebatang rokok. Meski tidak bisa bahasa Indonesia, ia mencoba menyapa seluruh orang yang ada di sana.

Usugrow adalah seniman bereputasi dan berkelas dunia. Karyanya selalu diburu. Berbagai brand pun mengajaknya berkolaborasi.

Baca juga: Edisi Terbatas, Kaus Kolaborasi Arkiv Vilmansa x Screamous Clothing

Seperti tahun 2007 ia berkolaboradi dengan Vans dan Upper Playground. Tahun 2015 ia berkolaborasi dengan Casio Taiwan.

Dilanjutkan 2017 dengan Undefeated dan Volcom. 2018 dengan The Hundreds, dan masih banyak kolaborasinya dengan brand streetwear di berbagai negara.

Kali ini, Usugrow datang ke Indonesia, untuk meluncurkan produk hasil kolaborasinya dengan brand lokal asal Bandung, Screamous.

Memulai karir

Salah satu desain hasil kolaborasi Usugrow x Screamous.KOMPAS.com/RENI SUSANTI Salah satu desain hasil kolaborasi Usugrow x Screamous.

“Saya mulai melukis sejak SMA dan memulai karir di tahun 1993,” ujar Usugrow mengawali perbincangannya dengan Kompas.com.

Setelah lulus, ia memutuskan tidak melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi atau bekerja formal di perusahaan besar seperti yang banyak dilakukan orang Jepang.

Ia lebih memilih menekuni keahliannya di bidang gambar sambil sesekali mengambil pekerjaan paruh waktu.

“Saya bukan dari keluarga seniman. Tapi orangtua saya suka menggambar hal sederhana saat saya kecil, seperti harimau,” ungkap Usugrow.

Baca juga: Gaet Seniman Jepang, Brand Bandung Bikin Kolaborasi Sarat Makna

Ada satu kalimat dari orangtuanya yang tertanam sejak kecil, yakni dari pada beli sesuatu mending membuat sendiri. Kalimat itulah yang membuatnya mencintai lukisan.

Dia kemudian belajar otodidak dalam menuangkan ide pikirannya dalam sebuah gambar ataupun lukisan.

Dalam penciptaan artwork-nya, Usu –panggilan akrab Usugrow- banyak terpengaruh musik underground yang sering didengarkannya.

Usu juga sangat menyukai berbagai jenis huruf. Baik sansekerta, kanji, tulisan zaman Buddha, kaligrafi arab, geng motor Jepang, dan lainnya.

Huruf-huruf itu ia pelajari tanpa melihat asal negara ataupun agama.

Setiap karyanya pun memiliki ciri khas. Yakni goresan tinta hitam di atas kertas putih polos dengan desain tengkorak. Baginya tengkorak adalah sombol alam semesta.

Hingga kini, ia mempertahankan proses berkaryanya. Usugrow menggambar dengan pensil atau kuas, kemudian diubah ke dalam bentuk digital.

Baca juga: Nurman, Pria Putus Kuliah yang Bikin Sepatu Ceker Ayam Mendunia...

Hal inilah yang membuat karyanya terlihat sangat detail.

Keindahan karya Usu, membuat banyak brand memburunya untuk berkolaborasi. Ia juga sering mengerjakan proyek ilustrasi, mural, serta instalasi di banyak kota di dunia.

Seperti Mexico, Melbourne-Australia, London-Inggris,  Moskwa-Rusia, San Fransisco-AS, Marrakech-Maroko, Honolulu-AS, dan Sydney-Australia.

Jaditak heran jika selain di Jepang, karyanya pun amat dikenal di AS dan Eropa.

Lawan stigma

Brand lokal asal Bandung, Screamous berkolaborasi dengan seniman asal Jepang, Usugrow. Kolaborasi ini menjadi tiga desain street wear yang ciamik.KOMPAS.com/RENI SUSANTI Brand lokal asal Bandung, Screamous berkolaborasi dengan seniman asal Jepang, Usugrow. Kolaborasi ini menjadi tiga desain street wear yang ciamik.

Keputusannya menekuni dunia seniman tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Jepang, sama halnya seperti di Indonesia, menstigma profesi seniman tidak menjanjikan dengan masa depan yang belum jelas.

Orang Jepang akan bangga ketika lulus sekolah memasuki perusahaan besar dan menduduki jabatan penting di sana.

Baca juga: Artisan, Produk Bulu Mata Palsu Lokal yang Ingin Mendunia

Namun Usu melihat, saat ini anggapan tersebut tidak relevan. Setiap orang tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari.

Bisa saja terjadi krisis ekonomi di dunia yang membuat perusahaan-perusahaan besar berjatuhan.

Karena itu pula, ia tidak menghiraukan stigma yang ada di sekelilingnya. Ia tetap mengerjakan apa yang ingin dilakukannya.

“Pendengaran saya kurang bagus jadi tidak bisa mendengar (stigma) di luaran sana,” ungkapnya sambil bercanda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com