Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Depresi Saat Menopause, Pemicu, Tanda-tanda, dan Perawatannya

Kompas.com - 27/04/2023, 16:11 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menopause adalah bagian dari penuaan yang umum dialami wanita, di mana mereka berhenti atau tidak lagi menstruasi.

Meskipun ini terjadi secara alami, namun menopause ternyata bisa menyebabkan depresi pada wanita.

Menurut berdasarkan penelitian, sekitar 41 persen wanita pascamenopause merasa depresi.

Baca juga: 6 Makanan yang Ampuh untuk Redakan Kram Saat Menstruasi

Di antara wanita menopause dari berbagai kelompok ras dan etnis, depresi lebih banyak dialami oleh wanita kulit hitam.

Untuk itu, penting sekali mengetahui gejala-gejala depresi guna membantu mencari bantuan dan membuat rencana perawatan dengan profesional kesehatan.

Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai hubungan antara menopause dan depresi, serta kesenjangan kesehatan yang terkait dengan proses biologis ini.

Hubungan menopause dan depresi

Wanita 2,5 kali lebih mungkin mengalami depresi dibandingkan pria, dan penelitian menunjukkan bahwa risiko ini meningkat selama masa menopause, yaitu masa transisi antara usia reproduksi dan nonreproduksi.

Wanita yang tidak memiliki riwayat depresi hampir dua kali lebih mungkin mengalami depresi saat menopause dibandingkan wanita premenopause.

Baca juga: 6 Tanda Awal Menopause, Salah Satunya Perubahan pada Keputihan

Selain itu, wanita dengan faktor risiko seperti mengalami depresi sebelumnya, peristiwa kehidupan yang merugikan, dan gejala vasomotor (seperti hot flashes atau keringat malam) juga berisiko 2,5 kali lebih besar mengalami depresi saat menopause dibandingkan wanita premenopause.

Risiko depresi yang lebih tinggi selama menopause bahkan lebih besar pada wanita kulit hitam, yang lebih mungkin mengalami lebih dari tujuh episode depresi berulang dibandingkan wanita kulit putih.

Kelompok tersebut pun ternyata lebih kecil kemungkinannya untuk mendapatkan pengobatan untuk depresi.

Hal ini dirilis dalam Study of Women's Health Across the Nation (SWAN), sebuah studi kohort multiras dan multietnis selama 25 tahun yang dimulai pada tahun 1996.

Studi ini melibatkan lebih dari 3.300 wanita paruh baya dan hingga kini masih berlangsung.

Menurut analisis data SWAN tahun 2022 antara wanita kulit hitam dan kulit putih, rasisme struktural memainkan peran penting dalam ketidaksetaraan kesehatan menopause antara wanita kulit hitam dan kulit putih.

Penyebab depresi selama menopause

Sejumlah besar penelitian telah mengeksplorasi hubungan antara menopause dan depresi.

Baca juga: 5 Pilihan Olahraga untuk Turunkan Berat Badan bagi Wanita Menopause

Perubahan hormon, masalah tidur, dan stres selama tahap kehidupan ini, di antara faktor-faktor lainnya, dapat berkontribusi pada peningkatan insiden depresi selama menopause.

Namun, menguraikan berbagai faktor yang dapat berkontribusi terhadap peningkatan risiko depresi selama menopause adalah hal yang rumit.

Beberapa faktor risiko terjadinya depresi selama menopause antara lain:

- Gejala vasomotor (rasa panas dan keringat malam).

- Riwayat depresi (terutama depresi yang berkaitan dengan perubahan hormonal seperti kehamilan atau siklus menstruasi).

- Menopause melalui pembedahan (menjalani histerektomi).

- Peristiwa kehidupan yang merugikan.

- Sikap negatif terhadap menopause dan penuaan.

Wanita kulit hitam lebih mungkin untuk menjalani menopause bedah dibandingkan wanita kulit putih, dan dengan demikian, lebih kecil kemungkinannya untuk menjalani menopause alami.

Hal ini penting karena menopause dini meningkatkan risiko depresi.

Sebaliknya, menopause saat usia memang sudah tua atau lansia dapat mengurangi risiko depresi di kemudian hari.

Perubahan hormon

Selama menopause, hormon mengalami perubahan yang menyebabkan berbagai gejala fisik dan mental.

Kemungkinan besar gangguan pada estrogen, khususnya selama menopause, berhubungan erat dengan depresi.

Estrogen diketahui dapat membantu meningkatkan serotonin, neurotransmitter yang diindikasikan pada depresi.

Ketika kadar estrogen turun selama menopause, kadar serotonin juga dapat menurun sehingga menyebabkan depresi.

Satu studi yang menggunakan tikus menemukan bahwa gangguan pada estrogen selama menopause menyebabkan disregulasi faktor neurotropik yang diturunkan dari otak (BDNF) dan serotonin (5-HT2A).

Jika digabungkan, hal ini membuat otak rentan terhadap depresi. Peneliti lain telah berteori tentang hubungan antara estrogen, menopause, dan depresi.

Sebab menopause yang terjadi lebih awal dikaitkan dengan risiko depresi yang lebih tinggi, sedangkan menopause yang terjadi lebih lambat mengurangi risiko depresi.

Para peneliti berteori, estrogen mungkin memiliki efek perlindungan terhadap depresi.

Masalah tidur

Gangguan tidur selama menopause juga dapat menyebabkan depresi.

Sebuah meta-analisis tahun 2011 menemukan, orang yang mengalami insomnia memiliki risiko depresi dua kali lebih besar dibandingkan orang yang tidak memiliki masalah tidur.

Gejala vasomotor menopause, yang meliputi hot flashes dan keringat malam, juga bisa menyebabkan insomnia dan kesulitan tidur.

Selama masa perimenopause, yaitu periode menjelang menopause di mana orang mengalami sebagian besar gejala, sekitar 39-47 persen orang mengalami gangguan tidur.

Setelah menopause, angka ini berkisar antara 35-60 persen.

Di sisi lain, tidur adalah area lain di mana wanita kulit hitam terpengaruh secara tidak proporsional.

Wanita kulit hitam 50 persen lebih mungkin mengalami hot flashes dan memiliki kualitas tidur yang buruk dibandingkan wanita kulit putih.

Faktor menopause lainnya

Bagi banyak orang, menopause juga terjadi selama masa transisi di mana peran dalam kehidupan dapat berubah.

Menopause, yang sering terjadi pada akhir usia 40-an dan sampai usia 50-an, dapat menyertai peristiwa-peristiwa dalam hidup seperti merawat orangtua yang menua.

Atau ketika anak-anak yang tumbuh dewasa dan meninggalkan rumah, tanggung jawab yang lebih besar di tempat kerja, dan masih banyak lagi.

Semua hal ini dapat menjadi pemicu stres mental.

Tanda-tanda depresi

Beberapa gejala depresi tumpang tindih dengan gejala menopause, seperti sulit tidur atau berkonsentrasi dan perubahan suasana hati.

Baca juga: Cegah Masalah Tidur Setelah Minum Kopi dengan Brokoli

Penting untuk menyadari tanda dan gejala yang khas pada depresi sehingga kita dapat proaktif mencari pengobatan.

Beberapa gejala depresi meliputi:

- Suasana hati yang menurun.

- Perasaan pesimistis, putus asa, tidak berharga, tidak berdaya, atau merasa bersalah.

- Kehilangan minat pada hal-hal yang sebelumnya kita nikmati.

- Masalah tidur (tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit).

- Kelelahan dan tingkat energi yang rendah.

- Kesulitan berkonsentrasi.

- Mudah tersinggung.

- Nafsu makan dan perubahan berat badan.

- Pikiran tentang kematian atau bunuh diri.

Perawatan untuk depresi terkait menopause

Banyak orang mengalami depresi selama menopause, dan mengetahui gejalanya dapat membantu mencari perawatan lebih cepat agar kembali merasa sehat.

Perawatan untuk depresi selama menopause dapat meliputi:

- Antidepresan

- Psikoterapi (terapi bicara)

- Modulator reseptor estrogen selektif (SERM)

Terapi hormon terkadang digunakan untuk mengobati gejala depresi yang terjadi bersamaan dengan gejala menopause lainnya, seperti hot flashes.

Menurut studi SWAN, wanita kulit hitam lebih kecil kemungkinannya untuk mendapatkan perawatan untuk depresi yang berhubungan dengan menopause dibandingkan wanita kulit putih.

Hal ini termasuk menerima perawatan untuk masalah emosional (43 persen untuk wanita kulit hitam vs 65 persen untuk wanita kulit putih), psikoterapi (20 persen vs 36 persen), dan obat yang diresepkan (25 persen vs 36 persen).

Baca juga: Puasa Bisa Bantu Atasi Gejala Depresi, Ini 4 Alasannya

• Perubahan gaya hidup

Kita mungkin bisa mempertimbangkan perubahan gaya hidup yang positif jika mengalami depresi selama menopause.

Ini termasuk olahraga teratur, teknik stres dan relaksasi seperti yoga dan meditasi, bergabung dengan kelompok pendukung, dan banyak lagi.

Diet khusus, seperti diet indeks glikemik rendah (makanan rendah karbohidrat yang dapat meningkatkan gula darah), juga telah terbukti dapat membantu mengatasi gejala menopause, seperti hot flashes.

Berkonsultasilah dengan penyedia layanan kesehatan

Jika kita berada pada masa perimenopause, mungkin sulit untuk membedakan antara gejala menopause dan gejala depresi.

Baca juga: 5 Tips Mengatasi Kecemasan dan Depresi bagi Penderita Eksim

Karena fluktuasi hormon, menopause dapat menyebabkan perubahan suasana hati dan kesulitan tidur.

Namun, jika suasana hati terus-menerus menurun dengan hilangnya minat pada hal-hal yang biasa kita nikmati atau perasaan bersalah atau putus asa, maka kita perlu segera berbicara dengan penyedia layanan kesehatan.

Selain itu, jika gejala menopause juga memengaruhi kemampuan kita untuk melakukan tugas, pekerjaan, peran, dan hobi rutin, bicarakan hal ini dengan penyedia layanan kesehatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com