KOMPAS.com - Media sosial diramaikan dengan diskusi soal sulitnya proses melahirkan yang harus dilalui para ibu.
Masih banyak stigma jika ibu yang melahirkan secara caesar tidak ingin merasakan sakit sehingga memilih cara praktis melalui pembedahan.
Berbeda dengan melahirkan pervaginam, yang sering disebut persalinan normal, yang dinilai lebih alami untuk para perempuan.
Baca juga: Pilih Melahirkan Caesar atau Normal? Ini yang Harus Dipertimbangkan
Faktanya, persalinan lewat operasi caesar maupun pervaginam merupakan pilihan yang sama baiknya untuk kebutuhan ibu dan bayi yang dilahirkan.
Namun ada baiknya memahami perbedaan kedua metode ini untuk tahu mana yang terbaik sesuai kondisi kita.
Saat ini, kebanyakan bayi hadir lewat kelahiran pervaginam, atau sering disebut persalinan normal.
Hanya sekitar sepertiga yang lahir melalui operasi caesar, baik direncanakan maupun darurat.
Sebagian besar operasi caesar direncanakan dilakukan dengan pertimbangan medis seperti kehamilan kembar, ukuran bayi terlalu besar, sungsang, atau riwayat darah tinggi, jantung maupun diabetes pada ibu.
Namun operasi caesar juga bisa ditempuh karena pilihan pribadi ibu misalnya demi melahirkan di tanggal cantik atau trauma akan rasa sakit.
Baca juga: Tanpa Operasi Caesar, Ibu Hamil Bisa Bersalin Normal di Tanggal Cantik
Selain itu, ada juga operasi caesar yang dilakukan secara darurat setelah proses persalinan berjalan karena bayi yang terlilit tali pusar atau kehabisan air ketuban.
"Yang penting adalah memiliki bayi yang sehat — tidak peduli bagaimana dia dilahirkan," jelas Sherri Bayles, konsultan laktasi sekaligus perawat di New York.
Persalinan pervaginam dimulai dengan kontraksi rahim yang dialami para ibu hamil karena pergerakan kepala bayi ke lubang vagina.
Gejalanya terasa seperti kram menstruasi yang sangat kuat, gangguan pencernaan, maupun sakit punggung yang hebat.
Proses ini bisa berlangsung 12-14 jam sampai bayi akhirnya lahir secara alami.
Baca juga: Benarkah Seks saat Hamil Picu Kontraksi Persalinan? Berikut Faktanya