KOMPAS.com - Cuti suami saat istri melahirkan masih menjadi topik hangat diperbincangkan.
Banyak negara yang sudah memberlakukan aturan ini, namun skemanya berbeda-beda.
Hal itu tergantung dari letak geografis, perusahaan, dan undang-undang ketenagakerjaan, sehingga durasi cutinya dapat bervariasi.
Di Indonesia, cuti melahirkan bagi suami disesuaikan dengan aturan perusahaan masing-masing di mana yang bersangkutan bekerja.
Sebenarnya kebijakan tersebut sudah tertuang dalam Pasal 93, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Di dalamnya diatur, suami yang mengajukan cuti saat istrinya bersalin berhak mendapatkan upah dengan durasi cuti selama dua hari.
Berkaitan akan hal itu, Rancangan Undang-undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) kini tengah mempertimbangkan soal cuti suami sepanjang 40 hari.
Terlepas dari aturan tersebut, tujuan utama dari cuti suami adalah agar orangtua bisa fokus mengurus sang buah hati.
Mengutip CNT Traveller, ada sejumlah negara yang tergolong amat sadar akan pentingnya cuti suami, sehingga rata-rata sang kepala keluarga bisa mendapatkan durasi cuti yang panjang.
Baca juga: Sandi Kembali Wacanakan Pemberian Cuti Ayah yang Istrinya Melahirkan
Kedua negara tersebut mengizinkan orangtua untuk mengambil cuti dengan total 156 minggu dari pekerjaan.
Ibu dan ayah pekerja yang baru saja memiliki buah hati di Lithuania memiliki pilihan untuk menerima cuti 52 minggu dari pekerjaan dengan gaji penuh, atau cuti 104 minggu dengan gaji 70 persen.
Sementara di Hungaria, orangtua ditawarkan 104 minggu cuti kerja dengan mendapatkan gaji bulanan 70 persen.
Pasangan di Swedia dapat membagi 480 hari cuti atau sekitar 16 bulan termasuk ketika istri melahirkan.
Artinya, masing-masing orangtua berhak mendapat waktu libur selama 240 hari bagi istri dan suami.
Selama durasi cuti, orangtua juga berhak menerima gaji 80 persen dari total pendapatan mereka selama satu bulan.